Jelajahhukum.com|PALABUHANRATU - Dunia pendidikan di Kabupaten Sukabumi kembali tercoreng oleh dugaan praktik manipulasi data siswa. SMP Terpadu Al-Khoeriyah (NPSN 70040621) yang berlokasi di Kampung Batununggal, Desa Cikadu, Kecamatan Pelabuhan Ratu, Provinsi Jawa Barat, diduga melakukan penggelembungan data siswa dan tumpang tindih dengan data siswa dari Madrasah Tsanawiyah (MTS) di sekitar wilayah tersebut.
Informasi yang dihimpun media menyebutkan, banyak siswa yang sebenarnya bersekolah di MTS, tetapi namanya tercatat sebagai siswa SMP Terpadu Al-Khoeriyah. Dugaan ini semakin kuat setelah pihak MTS mengaku bahwa sejumlah anak yang selama ini bersekolah di madrasah, justru muncul dalam daftar siswa di SMP tersebut.
"Yang lebih mencengangkan, saat kelulusan kemarin, ada siswa kami yang belajar penuh di MTS, tetapi ijazahnya keluar atas nama SMP," ungkap salah satu sumber di lingkungan pendidikan yang meminta namanya dirahasiakan.
Pada tahun 2024, menurut pihak MTS data tumpang tindih hampir semua siswa, sedangkan dugaan penggelembungan data pada tahun 2025, masalahnya menurut pengakuan kepala sekolah SMP jumlah siswa ada sekitar 49 Siwa, akan tetap saat awak media datang dan melihat jumlah real siswa/siswi yang ada tidak lebih dari 20.
Fenomena tumpang tindih data ini bukan hanya satu-dua siswa, melainkan hampir menyeluruh.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah ada upaya sistematis untuk memanipulasi jumlah siswa demi kepentingan tertentu, seperti pencairan dana bantuan pemerintah berbasis jumlah peserta didik?
Ironisnya, saat awak media mencoba meminta klarifikasi kepada kepala sekolah SMP Terpadu Al-Khoeriyah, pihak sekolah terkesan menghindar dan enggan menemui. Sikap ini justru menimbulkan kecurigaan semakin besar di tengah masyarakat.
Jika dugaan ini benar, praktik semacam ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap dunia pendidikan. Bagaimana mungkin anak-anak yang bersungguh-sungguh menimba ilmu di madrasah, justru tercatat dan bahkan “diluluskan” oleh sekolah lain? Bukankah hal ini merusak kredibilitas lembaga pendidikan itu sendiri, sekaligus menodai kepercayaan masyarakat?
Penggelembungan data siswa bukan hanya soal administrasi belaka. Di balik itu, ada dugaan indikasi penyalahgunaan kewenangan, manipulasi anggaran, dan tentu saja merugikan siswa secara moral maupun legal. Ijazah adalah dokumen resmi negara, bukan sekadar kertas tanpa arti.
Oleh karena itu, pemerintah daerah, khususnya Dinas Pendidikan dan Kementerian Agama sebagai pembina MTS, harus segera turun tangan. Tidak boleh ada ruang bagi praktik manipulatif yang bisa merusak masa depan anak-anak bangsa.
Apakah dugaan kasus ini hanya terjadi di SMP Terpadu Al-Khoeriyah ataukah ada jaringan sekolah lain yang melakukan modus serupa? Jika benar ada praktik sistematis, maka ini bukan sekadar pelanggaran administrasi, melainkan skandal besar di dunia pendidikan Sukabumi.
(Hermawan)
Social Header