Breaking News

Operasi Tambang Ilegal Tahap Selanjutnya di Wilayah Banten, Gakkum: Jangan Dibocorkan

 


Jelajahhukum.com|BANTEN - Kementerian Kehutanan (Kemenhut) memastikan akan menertibkan aktivitas tambang ilegal di sejumlah wilayah Provinsi Banten. Rencana tersebut dibahas dalam pertemuan bersama Pemprov Banten pada siang ini, Rabu (26/11/2025).

Direktur Penindakan Pidana Kehutanan Ditjen Gakkum Kemenhut, Rudianto Saragih Napitu, menyatakan bahwa operasi akan menyasar tambang-tambang ilegal yang berada di dalam maupun sekitar kawasan hutan, termasuk Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS).

“Kami membahas rencana penertiban tambang ilegal di wilayah Provinsi Banten, termasuk yang berada di kawasan hutan Halimun-Salak,” ujar Rudi.

Ia mengungkapkan bahwa pemetaan terhadap titik-titik tambang ilegal telah dilakukan. Terdapat tiga lokasi di wilayah Banten dan enam lainnya di perbatasan Banten dengan Jawa Barat.

Saat ditanya mengenai waktu pelaksanaan operasi, Rudi tidak memberikan detail.

“Dalam waktu dekat. Jangan dibocorin dong, nanti nggak tertib-tertib. Nanti kami datang, dia pergi,” ujarnya.

Rudi menegaskan bahwa penindakan akan difokuskan pada penghentian seluruh kegiatan tambang ilegal di lokasi sasaran. Sebelum operasi, akan dilakukan sosialisasi kepada pemilik dan para pekerja tambang.

“Yang pertama kita akan melakukan penghancuran lokasi tambangnya, terus dilakukan pemulihannya. Nanti akan ada penutupan petinya,” katanya.

“Nanti masuk dulu tim satgas, dikasih sosialisasi, baru kita lakukan upaya penindakan,” sambungnya.

Sementara itu Pekan kemarin, Kementerian Kehutanan melalui Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan menutup delapan puluh delapan lubang Pertambangan Tanpa Izin (PETI) di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, tepatnya di Blok Gunung Peti serta Cibuluh–Sinar Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi , Kamis (20/11/2025). 

Di dalam operasi Tahap 3 tersebut, tim menemukan dan mengamankan 88 lubang Pertambangan Tanpa Izin (PETI), 81 tenda/gubug dan 5 buah genset/mesin. Kegiatan operasi gabungan dilakukan oleh 80 orang personil Ditjen Gakkumhut bersama dengan Balai TNGHS, TNI dan Polri.

Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho, menegaskan bahwa operasi ini merupakan arahan langsung Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni.

“Operasi penertiban PETI di TNGHS adalah tindak lanjut atas perintah dan penekanan Bapak Menteri agar kawasan konservasi benar-benar bersih dari aktivitas ilegal," ujar Dwi Januanto, dikutip dari siaran pers Kemenhut, Jumat (21/11). 

“Kami bergerak terukur, tegas, dan berkelanjutan—bukan sekadar razia sesaat—untuk memulihkan fungsi ekosistem dan melindungi keselamatan warga, terutama di puncak musim hujan dan operasi tersebut akan dilanjutkan dengan rehabilitasi kawasan bekas tambang” lanjutnya.

Ia juga menyampaikan terima kasih atas partisipasi para pihak dan juga publik yang telah melaporkan kejadian PETI di kawasan TNGHS.

"Dukungan masyarakat adalah kunci pengawasan bersama untuk menjaga kelestarian hutan dan keselamatan warga, terutama pada musim hujan ini," ungkap Dwi Januanto.

Kegiatan operasi gabungan ini merupakan kelanjutan dari operasi yang telah dilakukan dari tanggal 29 Oktober-7 November di Kawasan TNGHS.

Pada Operasi pertama tercatat tim gabungan telah menghancurkan/mengamankan 46 “tenda biru”, 11 lubang PETI, 17 unit mesin. 

Sedangkan pada operasi gabungan tahap dua di Blok Cibuluh, Blok Cibarengkok, Blok Cieyem, Blok Cibereng Dan Blok Cinangka, tim opsgab telah melakukan upaya penghentian sekaligus penguasaan kembali hak-hak negara atas Kawasan Hutan, pembongkaran bangunan, dan penyegelan terhadap sarana serta peralatan yang digunakan PETI. Sarana tersebut terdiri dari: bangunan tempat pengolahan hasil PETI sebanyak ± 723 unit, 130 lubang PETI, Tabung besi/ gelundung ± 20.000 unit, mesin-mesin ± 100 unit, 40 unit kincir penggerak gelundung dan bahan kimia B3 seperti merkuri dan sianida.

Direktur Penindakan Pidana Kehutanan, Rudi Saragih Napitu menjelaskan Tim Operasi Gabungan yang telah dibentuk oleh Kemenhut, akan terus melanjutkan operasi ini ke lokasi-lokasi PETI lain di dalam taman nasional.

“Kementerian Kehutanan akan menggandeng Pemerintah Daerah dan instansi terkait untuk menghentikan rantai bisnis tambang ilegal, mulai dari pasokan logistik, bahan bakar, pemusnahan instalasi listrik ilegal, sampai ke penampung hasil tambang ilegal dan beneficial ownership”, tegas Rudi.


Para pelaku illegal tersebut diancam pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling banyak kategori VI, diduga melanggar Pasal 89 jo pasal 17 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan/atau Pasal 33 ayat (2) huruf b jo pasal 40B ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Kegiatan ini menjadi prioritas karena berdampak terhadap potensi gangguan ekosistem hutan sebagai penyangga kehidupan untuk seluruh makhluk hidup. Ancaman bencana ekologis seperti longsor dan banjir bandang serta ancaman terhadap kesehatan masyarakat. Lokasi kegiatan illegal tersebut dilakukan di hulu – hulu sungai menggunakan media air sungai dan bahan kimia seperti merkuri dan sianida. Limbah pengolahan hasil tersebut dibuang ke aliran sungai tersebut, yang mengalir ke bawah dan dimanfaatan oleh masyarakat.

(*Red)

© Copyright 2022 - Jelajah Hukum