Breaking News

Status Lahan Perkebunan PT Sri Rahayu Agung Dipertanyakan Warga

Jelajah Hukum Serdang Bedagai


Proses perpanjangan izin HGU PT Sri Rahayu Agung masih terkendala hingga saat ini. PT Sri Rahayu Agung merupakan Perkebunan karet yang terletak di Desa Kotarih Baru, Kecamatan Kotarih, Kabupaten Serdang Bedagai, memiliki luas 2.110,36 hektar berdasarkan SK Kemendagri nomor 64/HGU/DA/88.



Namun menurut warga sekitar, hingga saat ini perusahaan perkebunan karet tersebut masih memiliki masalah dengan masyarakat Bahisam dan Batu Masagi yang belum terselesaikan dan belum ada titik terang hingga saat ini, Rabu (07/07/2021).


Dari Surat keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor : 64/HGU/DA/88 tentang pemberian hak guna usaha atas nama PT Sri Rahayu Agung Medan seluas 2.110,36 hektar tersebut, berubah menjadi 2.108.36 hektar,karena dengan ketentuan areal 2 hektar di pergunakan untuk pembangunan Kantor Polisi, Kantor Camat, perumahan kantor urusan agama, SD Inpres, Puskesmas, serta balai umum dengan ketentuan di keluarkan dari areal kebun saat berakhirnya HGU perkebunan tersebut juga di tuliskan pada tanggal 31 Desember 2013.


Walaupun perpanjangan HGU PT Sri Rahayu Agung tersebut telah habis pada akhir tahun 2013 namun perusahaan perkebunan itu masih tetap membuka replanting di afdeling II yang berlokasi di Bronjong.


Atas kegiatan PT Sri Rahayu Agung tersebut yang masih membuka replanting, maka warga sekitar dan masyarakat Bahisam dan Batu Masagi menduga ada oknum BPN Kabupaten Serdang Bedagai yang tidak proaktif bahkan di duga bermain mata dengan pihak perkebunan.


Masyarakat mempertanyakan dan merasa heran saat berbincang kepada wartawan di sekitar lokasi perkebunan, kendala tidak diserahkannya lokasi itu kepada warga.


" Kenapa sampai sekarang PT Sri Rahayu Agung bisa beroperasi,sedangkan HGU sudah berakhir pada Bulan Desember 2013." ujar warga yang tidak ingin disebut namanya.


Mereka mengatakan bahwa Berdasarkan surat Bupati Serdang Bedagai nomor : 18.14/663/332/2021 tertanggal 18 Januari 2021, Pemkab mendukungan pengembalian lahan HGU PT Sri Rahayu Agung kepada masyarakat. Selanjutnya pihak DPRD Kabupaten Serdang Bedagai nomor : 170/593 8/1210/2020 tertanggal 14 Desember 2020 juga demikian mendukung pengembalian lahan PT Sri Rahayu Agung kepada masyarakat.


Turut di perkuat lagi surat dari Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia Republik Indonesia nomor : HAM.2-HA.01.01-146 tertanggal 7 September 2018, dan nomor : HAM.2-HA.01.02-240 tertanggal 9 Agustus 2019 serta surat nomor : HAM.2.HA.02-55 tertanggal 26 Maret 2021. Bahwa sesuai surat dari kemenkumham tersebut berisi tentang Pengarahan dan penyelesaian lahan terhadap masyarakat dari perusahaan, namun hingga saat ini arahan penyerahan dan penyelesaian lahan tersebut juga tidak berjalan semestinya.


Terkait hal ini, beberapa wartawan dari media melakukan konfirmasi ke kantor BPN Kabupaten Serdang Bedagai dan diterima oleh Sabirin serta membenarkan bahwa izin HGU PT Sri Rahayu Agung telah lama berakhir.


“ Memang benar HGU PT Sri Rahayu Agung telah berakhir sejak 2013 dan sampai saat ini masih proses perpanjang HGU lagi," ungkap Sabirin.



Berdasarkan pengakuan Sabirin, patut diduga bahwa ada permainan selama delapan tahun proses perpanjangan HGU PT Sri Rahayu Agung sehingga tidak kunjung selesai atau sengaja di rekayasa.


Saat itu juga para awak media menanyakan kegiatan perusahaan yang masih melakukan replanting dan beroperasi di atas HGU yang telah berakhir serta meminta diperlihatkan pembuktian berkas yang di ajukan PT Sri Rahayu Agung untuk perpanjangan HGU kepada BPN Kabupaten Serdang Bedagai. Namun pihak BPN melalui Sabirin tidak bisa menunjukan berkas permintaan perpanjangan HGU tersebut. Sehingga disinyalir berkas perpanjangan HGU itu tidak lengkap ataupun tidak ada sama sekali alias rekayasa.


" Itu bukan kewenangan kami," kata Sabirin berkilah.


Berdasarkan keterangan Sabirin kepada wartawan, patut dipertanyakan kinerja BPN dan diduga berpihak ke PT Sri Rahayu Agung,  terbukti tidak menjadi poros tengah dan solusi,serta penyelesaian dan ketegasan BPN tentang HGU PT Sri Rahayu Agung yang telah berakhir sejak 2013 yang lalu.


Sehingga menimbulkan konflik horizontal antara masyarakat dengan PT Sri Rahayu Agung dan masih terus terjadi hingga saat ini. Karena PT Sri Rahayu Agung tidak bisa menunjukan data-data dan berkas yang mendukung saat bertemu dengan masyarakat.


(*red)

© Copyright 2022 - Jelajah Hukum