Breaking News

Viral “Mencuri di Tanah Sendiri” Ramai Diperbincangkan di Media Sosial, DLH Sukabumi Jelaskan Letak Kekeliruannya

 


Jelajahhukum.com|Sukabumi - Pemerintah Kabupaten Sukabumi menanggapi maraknya narasi “mencuri di tanah sendiri” yang ramai diperbincangkan di media sosial. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) menegaskan bahwa isu tersebut tidak berkaitan dengan kepemilikan tanah, melainkan dengan aktivitas penambangan tanpa izin atau pertambangan emas tanpa izin (PETI) yang melanggar ketentuan hukum dan membahayakan lingkungan.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sukabumi, Nunung Nurhayati, mengatakan kegiatan penambangan ilegal telah menimbulkan dampak serius terhadap lingkungan dan keselamatan masyarakat.

“Kami dari Dinas Lingkungan Hidup menyampaikan keprihatinan yang sangat mendalam. Kegiatan penambangan liar ini telah menimbulkan berbagai dampak negatif, mulai dari kerusakan ekosistem, pencemaran air sungai, perubahan bentang alam, longsor, hingga hilangnya keanekaragaman hayati,” ujar Nunung saat dikonfirmasi, Senin (27/10/2025).

Ia menambahkan, aktivitas penambangan liar juga sering dilakukan tanpa memperhatikan standar keselamatan kerja, sehingga berisiko menimbulkan korban jiwa. Karena itu, DLH melarang keras segala bentuk penambangan tanpa izin yang jelas-jelas melanggar peraturan perundang-undangan.

“Berdasarkan ketentuan yang berlaku, kewenangan penertiban dan penegakan hukum terhadap tambang ilegal berada pada Pemerintah Provinsi Jawa Barat serta aparat penegak hukum, termasuk Kepolisian dan PPNS dari Dinas ESDM,” kata Nunung.

Nunung menegaskan, landasan hukum mengenai kegiatan pertambangan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

“Dalam Pasal 35 ayat (1) disebutkan bahwa usaha pertambangan dilaksanakan berdasarkan perizinan berusaha dari Pemerintah Pusat. Sedangkan Pasal 158 menegaskan bahwa setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin dari Pemerintah dipidana dengan penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak seratus miliar rupiah,” ujarnya.

Selain itu, aktivitas penambangan ilegal juga berpotensi melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.

“Pasal 36 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap usaha atau kegiatan yang berdampak terhadap lingkungan hidup wajib memiliki persetujuan lingkungan. Sedangkan Pasal 69 ayat (1) huruf a dan b melarang setiap orang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup,” tutur Nunung.

DLH Sukabumi, lanjutnya, terus berkoordinasi dengan Dinas ESDM Jawa Barat, Kepolisian, dan Satpol PP untuk menertibkan kegiatan tambang ilegal. Selain melalui penegakan hukum, pihaknya juga melakukan pendekatan edukatif agar masyarakat memahami risiko besar dari penambangan ilegal serta pentingnya menjaga kelestarian lingkungan.

“Kami berupaya melakukan pendekatan preventif dan edukatif agar masyarakat memahami risiko besar dari penambangan ilegal serta pentingnya menjaga kelestarian lingkungan,” ucap Nunung.

Kepada masyarakat yang masih melakukan penambangan tanpa izin, DLH Sukabumi mengimbau agar segera menghentikan aktivitasnya. Penambangan ilegal, menurutnya, bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga mengancam keselamatan manusia dan merusak masa depan lingkungan.

“Kami berharap masyarakat menyadari bahwa keuntungan jangka pendek dari penambangan ilegal tidak sebanding dengan kerugian ekologis dan sosial yang ditimbulkannya,” ujarnya.

Nunung juga mengingatkan bahwa Sukabumi merupakan salah satu daerah paling rawan bencana di Jawa Barat. Kondisi geografisnya yang didominasi perbukitan dan aliran sungai membuat wilayah ini sangat rentan terhadap longsor dan banjir bandang. Sejumlah kajian menunjukkan bahwa aktivitas tambang yang tidak terkontrol memperparah kerusakan lingkungan dan memperbesar risiko bencana.

“Belajar dari pengalaman tahun lalu, beberapa kejadian bencana di Sukabumi terjadi di kawasan yang lingkungannya sudah rusak. Salah satu faktor pemicunya adalah penambangan tanpa izin yang merusak struktur tanah dan daerah resapan air,” ungkap Nunung.

Pernyataan ini sejalan dengan pandangan sejumlah pejabat dan pengamat lingkungan yang menilai bahwa kegiatan tambang ilegal mempercepat degradasi lahan di kawasan konservasi maupun permukiman. Pemerintah daerah berkomitmen memperkuat pengawasan dan penertiban sebagai bagian dari upaya mitigasi bencana.


Nunung menegaskan kembali bahwa istilah “mencuri di tanah sendiri” merupakan bentuk kesalahpahaman terhadap aturan hukum.

“Kepemilikan lahan tidak serta-merta memberi hak kepada seseorang untuk mengeksploitasi sumber daya alam di dalamnya tanpa izin resmi dari negara,” pungkas Nunung.

(*red)

© Copyright 2022 - Jelajah Hukum