Jelajahhukum.com|Sukabumi - Dugaan praktik manipulasi data kembali mencuat di dunia pendidikan. Kali ini, sorotan publik tertuju pada SMP PGRI Cikidang, Kecamatan Cikidang, Kabupaten Sukabumi. Dugaan tersebut muncul setelah awak media menemukan adanya kejanggalan serius antara pengakuan pihak sekolah dan data administrasi yang dihimpun di lapangan.
Ketika tim media datang langsung ke sekolah untuk mengkonfirmasi jumlah siswa yang terdaftar, salah satu guru bernama Epul menyebut bahwa siswa di sekolah tersebut hanya sekitar 60 orang. Namun ketika awak media menelusuri lebih dalam dan menunjukkan data administrasi yang ada, jumlah yang tercatat justru jauh lebih besar.
Merasa ada yang janggal, awak media mencoba mengonfirmasi kembali kepada Epul.
"Sekolah memiliki kelas jauh, dan jika digabungkan, jumlah keseluruhan siswa mencapai sekitar 70 orang," ujarnya.
Meskipun begitu, penjelasan itu tetap tidak menjawab sepenuhnya ketidaksesuaian data yang ditemukan di lapangan. Untuk memastikan kebenaran informasi tersebut, awak media kemudian menemui Kepala Sekolah SMP PGRI Cikidang, Rustanto. Namun, pernyataannya justru menambah kebingungan.
Rustanto mengaku bahwa siswa di sekolahnya memang sedikit, hanya sekitar 60-an orang, bahkan ia beralasan bahwa jumlah tersebut membuat pihak sekolah kesulitan dalam menggaji guru.
Namun setelah ditanya kembali mengenai keberadaan kelas jauh yang disebutkan sebelumnya oleh guru Epul, barulah Rustanto mengakui adanya tambahan siswa di lokasi lain yang disebut sebagai “kelas jauh,” dengan jumlah sekitar 80-an siswa.
Perbedaan pengakuan antara guru dan kepala sekolah ini semakin memperkuat dugaan adanya ketidaksinkronan data dan upaya menutupi sesuatu di lingkungan sekolah. Baik guru maupun kepala sekolah tampak memberikan jawaban yang berubah-ubah dan saling bertentangan.
Fenomena seperti ini menimbulkan tanda tanya besar di kalangan masyarakat dan pemerhati pendidikan. Pasalnya, data jumlah siswa sangat berkaitan dengan laporan administrasi sekolah, termasuk dalam penentuan besaran dana bantuan operasional sekolah (BOS) yang diterima setiap tahun.
Jika benar terjadi manipulasi atau ketidakjujuran dalam pelaporan data, maka tindakan tersebut bukan hanya melanggar aturan, tetapi juga mencoreng nilai-nilai moral dunia pendidikan. Sekolah sebagai lembaga pembentuk karakter dan integritas seharusnya menjadi contoh kejujuran, bukan justru tempat praktik penyimpangan administratif.
Pihak Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi diminta turun tangan untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap data siswa di SMP PGRI Cikidang. Pemeriksaan tersebut penting untuk memastikan kejelasan jumlah siswa yang sebenarnya serta menelusuri apakah terdapat indikasi manipulasi laporan data untuk kepentingan tertentu.
Transparansi dan kejujuran adalah fondasi utama dunia pendidikan. Ketika keduanya mulai goyah, maka yang dipertaruhkan bukan hanya nama baik sekolah, tetapi juga kepercayaan publik terhadap sistem pendidikan itu sendiri.
(Hermawan)
Social Header