Jelajahhukum.com|Lebak - Pihak SMAN 1 Cimarga angkat bicara terkait pemberitaan yang menyebut terjadinya kericuhan di lingkungan sekolah pada Jumat (10/10/2025).
Kepala Sekolah SMAN 1 Cimarga, Dini Fitria, S.Pd, dengan tegas membantah narasi yang beredar di sejumlah media dan platform sosial yang menggambarkan seolah terjadi insiden kekerasan hingga membuat siswa “babak belur” atau “pingsan”. Menurutnya, informasi tersebut tidak berdasar dan cenderung bersifat provokatif.
"Kami tau ada pihak yang mencoba menunggangi emosi siswa untuk memperkeruh suasana baik dari intern maupun ekstern. Mereka memanfaatkan momen kecil di sekolah untuk kepentingan di luar konteks pendidikan. Padahal saya sedang berusaha menyelesaikannya dengan yang bersangkutan sekaligus mengedukasi kepada siswa lainnya agar tidak melakukan pelanggaran peraturan di sekolah, namun sangat disayangkan proses itu berubah menjadi skema pembunuhan karakter yang coba di lakukan kepada kepala sekolah dengan melibatkan siswa lainnya agar menyudutkan secara masif dan terstruktur," ungkapnya.
Kondisi ini diperparah dengan munculnya penggiringan opini publik dengan pemberitaan sepihak yang menyebut adanya korban hingga harus dilarikan ke puskesmas merupakan bentuk penyebaran informasi yang tidak diverifikasi dengan benar. Bagaimana fakta otentik keberadaan siswa yang secara jelas masih mampu berdiskusi ditengah lapangan menjadi narasi distorsi tanpa analitik.
"Sungguh saya tidak menyangka, niat baik yang dimaknai kehilapan berubah menjadi Narasi hiperbola yang bergulir tanpa hati nurani. Saya membuka ruang klarifikasi bagi siapa pun, bahkan jika upaya treatment yang saya lakukan dianggap berlebihan, akan saya rubah, namun jangan ada manipulasi fakta. Dunia pendidikan harus dijaga dari hoaks dan kepentingan yang tidak sejalan dengan nilai akademik," katanya.
Pihak sekolah menegaskan komitmennya untuk menegakkan nilai-nilai pendidikan dan disiplin dengan pendekatan yang Komprehensif.
"Kami tidak ingin dunia pendidikan dicemari oleh kepentingan di luar nalar akademik. Tugas utama kami adalah membimbing dan mendidik siswa agar tetap fokus belajar dan tumbuh dalam lingkungan yang aman dan bermartabat," tutup Dini.
Dengan klarifikasi ini, SMAN 1 Cimarga berharap masyarakat tidak mudah terpengaruh oleh pemberitaan yang belum terverifikasi dan tetap mengedepankan objektivitas dalam menilai setiap informasi yang beredar.
Dani Ramadhan, S.H selaku Ketua LSM KPK-B Lebak angkat suara "Perlu diketahui bahwa di dalam peraturan pemerintah No. 74 Tahun 2008 tentang guru, pada pasal 39 ayat 1 dan 2 menjelaskan bahwa Guru memiliki kebebasan memberikan sanksi kepada siswa yang melanggar norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, peraturan tertulis, maupun tidak tertulis yang ditetapkan guru, peraturan tingkat satuan pendidikan, dan peraturan perundang-undangan dalam proses pembelajaran yang berada di bawah kewenangannya”.
"Dalam menjalankan tugas profesinya, ada kalanya guru memberikan hukuman yang sifatnya mendidik kepada murid-muridnya dan tidak jarang hukuman fisik pun diterapkan. Hukuman fisik adalah langkah akhir dari seorang guru dalam usaha mendidik dan mendisiplinkan muridnya. Sebagaimana dijelaskan Pasal 39 ayat (1) dan (2) PP No.74/2008, Guru memiliki kebebasan untuk menerapkan sanksi kepada murid-muridnya baik dalam bentuk teguran maupun hukuman lain yang sifatnya mendidik," tegasnya
Dani juga menyampaikan bahwa dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1554 K/PID/2013 telah jelas menyatakan guru tidak bisa dipidana saat menjalankan profesinya dan melakukan tindakan pendisplinan terhadap muridnya. Meskipun Guru memiliki kebebasan tersebut.
"Penerapan hukuman fisik tentu tidak boleh sampai menimbulkan luka dan sakit pada murid yang mana bertentangan dengan ketentuan Pasal 76C Undang-undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014," jelasnya.
Hal ini menjadi polemik dalam dunia pendidikan Indonesia, lanjutnya, karena tugas pendidik itu selain memberikan pengajaran namun harus juga menegakkan norma agama, norma susilaan, norma sosial dan peraturan2 yang berlaku di lingkungan sosial.
"Ketika teguran pertama dan kedua tidak dihiraukan oleh siswa-siswi yang bersangkutan maka tindakan-tindakan fisik tertentu yang kadang kali menjadi jalan terakhir demi penerapan kedisiplinan kepada siswa yang sifatnya mendidik. Akan tetapi hal tersebut kadang disalah artikan oleh orangtua siswa karena mungkin tidak Terima jika anaknya mendapatkan perlakuan fisik. Namun seorang pendidik tidak mungkin akan melakukan option tersebut jika langkah-langkah peneguran lisan maupun tulisan telah disampaikan," pungkasnya
(Eksa/Bray)
Social Header