Jelajahhukum.com|Lebak - Adanya pengolahan emas tanpa ijin milik salah satu warga Kampung Puskom Desa Neglasari Kecamatan Cibeber Kabupaten Lebak sudah menyalahi aturan dari berbagai segi, salah satunya segi kesehatan, Jum'at (01/08/2025).
Dari hasil investigasi awak media dilokasi bahwa pengusaha inisial KAY alias DSO mengolah batu yang mengandung bahan emas tanpa ijin berupa glundung dan menggunakan bahan kimia jenis mercury dan sudah barang tentu bahan kimia tersebut sangat membahayakan bagi kesehatan manusia dan lingkungan sekitar. Bahkan Pengolahan tersebut terletak di samping rumah yang bersangkutan .
Selanjutnya, dari awak media berusaha untuk menemui yang bersangkutan, namun di sayangkan tidak bisa di temui karena menurut keterangan dari istrinya bahwa suaminya lagi tidur.
"Suami saya lagi tidur dan saya tidak berani membangunkannya," ucapnya.
Sementara itu, menurut keterangan dari salah satu sumber bahwa kimia jenis mercury di jual belikan di sekitar lingkungan tersebut.
"Itu dijual disalah satu warung milik AR (inisial_red)," ujarnya.
Ketika berita ini diterbitkan, pemilik glundung inisial KAY belum dapat dikonfrmasi dan sulit ditemui. Kepada APH (Aparat Penegak Hukum) agar segera datang ke lokasi dan menindak pemilik serta penjual yang menggunakan zat berbahaya tersebut.
Penggunaan merkuri dalam pengolahan emas, terutama dalam pertambangan emas skala kecil dan tradisional (ASGM), merupakan praktik yang berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Merkuri digunakan untuk menangkap partikel emas melalui proses amalgamasi, tetapi pembuangan limbah merkuri yang tidak terkontrol dapat mencemari air, tanah, dan udara. Paparan merkuri dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, termasuk gangguan saraf, ginjal, dan perkembangan janin.
Dampak Merkuri pada Kesehatan:
1. Paparan melalui pernapasan:
Menghirup uap merkuri saat pembakaran amalgam sangat berbahaya dan dapat menyebabkan gangguan pernapasan, kerusakan saraf, dan masalah kesehatan lainnya.
2. Paparan melalui air dan makanan:
Limbah merkuri yang mencemari air dan tanah dapat masuk ke dalam rantai makanan melalui ikan, hewan ternak, dan tanaman, yang pada akhirnya dapat dikonsumsi manusia.
Dampak jangka panjang:
Paparan merkuri dalam jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan saraf, gangguan fungsi ginjal, hati, dan jantung, serta gangguan perkembangan pada janin.
Dampak Merkuri pada Lingkungan:
1. Pencemaran air:
Limbah merkuri dapat mencemari sungai, danau, dan sumber air lainnya, membahayakan kehidupan akuatik dan mengancam kesehatan manusia yang menggunakan air tersebut.
2. Pencemaran tanah:
Merkuri dapat meresap ke dalam tanah, mencemari lahan pertanian dan mempengaruhi kualitas tanaman yang ditanam di area tersebut.
3. Pencemaran udara:
Pembakaran amalgam emas menghasilkan uap merkuri yang dapat mencemari udara dan terbawa angin ke daerah yang lebih luas.
Larangan dan Upaya Pengurangan Penggunaan Merkuri:
Pemerintah telah melarang penggunaan merkuri dalam berbagai sektor, termasuk pertambangan emas skala kecil dan tradisional, serta dalam alat kesehatan.
Berbagai upaya dilakukan untuk mengurangi penggunaan merkuri, seperti pengembangan teknologi bebas merkuri, pelatihan bagi penambang, dan peningkatan kesadaran masyarakat tentang bahaya merkuri.
Beberapa negara telah berkomitmen untuk menghapus penggunaan merkuri secara total, dan Indonesia juga telah mengambil langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut.
Sanksi:
Penggunaan merkuri dalam pertambangan emas, terutama yang ilegal atau tidak sesuai prosedur, dapat dikenai sanksi pidana berdasarkan beberapa peraturan perundang-undangan, termasuk UU Minerba, UU Lingkungan Hidup, dan KUHP. Selain itu, ada sanksi administratif dan perdata terkait pencemaran lingkungan.
Berikut adalah beberapa pasal yang relevan:
1. UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara:
Pasal 158 UU ini mengatur tentang penambangan tanpa izin, yang dapat mencakup penambangan emas yang menggunakan merkuri tanpa izin. Sanksinya bisa berupa pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp100 miliar.
2. UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup:
Pasal-pasal dalam UU ini mengatur tentang pencemaran lingkungan, termasuk pencemaran yang disebabkan oleh penggunaan bahan berbahaya seperti merkuri. Sanksinya bisa berupa pidana penjara dan denda.
3. KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana):
Pasal-pasal dalam KUHP yang berkaitan dengan perbuatan melawan hukum dan perusakan lingkungan juga bisa diterapkan dalam kasus ini, tergantung pada bagaimana penggunaan merkuri tersebut dilakukan dan dampaknya.
4. Peraturan Pemerintah terkait Pengelolaan Merkuri:
Pemerintah juga telah mengeluarkan peraturan terkait pengelolaan merkuri, seperti Perpres No. 21 Tahun 2019 tentang Pengurangan dan Penghapusan Merkuri. Pelanggaran terhadap peraturan ini juga bisa dikenai sanksi.
5. UU Perdagangan:
UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan mengatur tentang peredaran bahan berbahaya seperti merkuri. Jika merkuri diperdagangkan tanpa izin atau tidak sesuai ketentuan, bisa dikenai sanksi.
6. UU Minerba (UU Nomor 4 Tahun 2009):
Pasal 34 ayat (2) huruf b UU ini menyebutkan bahwa usaha pertambangan emas termasuk dalam usaha pertambangan mineral logam.
(*red)
Social Header